Rabu, 27 Februari 2013

Pispot Bertuah



Aku tak mengira kegilaan Wira pada kuliner sudah mendarahdaging. Gila benar si rambut kriting ini, masak warung mbah Rumi yang berada di pesisir dan terpencil ia sambangi juga. Kekagumannya pada masakan mbah Rumi tidak sekedar dibuktikan dalam rumpian antarteman tapi di sela ngoroknya pun bisa-bisanya mulutnya komat-kamit menyebut salah satu menu andalan warung mbah Rumi. Ilernya pun meleleh diiringi lengusan kenikmatan.
“Ah, Wira dalam kamus  hidupmu memang hanya ada makanan,” Keluhku sambil menyumpel mullet Wira dengan bantal tengik.
Setahun bersama Wira and the gang yang 80% anggotanya adalah penikmat kuliner menjadikanku fasih melafalkan menu-menu  mulai yang bertipe aneh bin sangar sampai yang ndeso sendeso-ndesonya.
^^^^
Siang ini, sepulang kerja kami berlima berencana membuktikan cerita Wira. Jalan becek, berkubang justru makin  meneguhkan tekad kami untuk mendapatkan sesuatu . Keyakinan mendapat imbalan sebuah kepuasan pulalah yang mengantarkan kami berkilo-kilo meter mencapai tujuan.
“ Akhirnya…..” Koor dengan kunci F pun tercipta.
Hi..hi…beginikah gelagat orang kelaparan yang merindukan asupan makanan? Mata berbinar pendirangan menyaksikan aneka gorengan dan aneka lauk pauk di atas meja penyajian. Opor kepiting adalah menu favorit yang diwiridkan  Wira selama ini memang tersedia di sana dan stoknya luar biasa banyak sebanding peminat yang hadir.
Wajah-wajah penuh nafsu  bertebaran di mana-mana.  Kami berlima mengambil posisi agak di luar karena sesaknya ruangan sambil menikmati lalu lalang perahu ikan nelayan. Dan tidak pakai lama pesanan datang menghampiri. Hmmmm…yummy, dari aroma terbayang kelezatannya.
Tanpa basa-basi segera sikat habis seluruh pesanan.
“Aku  ke belakang dulu ya.” Pamitku pada teman-teman.
Sambil nyengir dan sesekali pencet hidung, aku lalui jalan semit nan jorok menuju tempat melampiaskan hajat sesuai petunjuk salah satu pelayan mbah Rumi. Aku berniat kembali bergabung dengan teman-teman melalui jalan pintas untuk menghindari ruang pengap nan jorok demi menjaga menu yang sudah masuk ke dalam perut tidak tumpah karena mual terkontaminasi bau plus pemandangan tak sedap.
Kupilih lewat ruang utama warung itu sambil melirik menu-menu yang tersaji di meja. Dan, mataku menabrak pemandangan yang sangat tak terpikirkan sebelumnya. Ha……adakah yang salah dengan penglihatanku? Berkali-kali aku kucek-kucek mataku yang tidak gatal. Karena pensaran yang memuncak, aku pastikan saja pada pemilik warung (mbah rumi).
Dasar, mbah Rumi polos banget….Di sini aku berusaha menahan mualku, tapi dia malah dengan bangga menceritakan wadah-wadah menu kebanggaannya itu. Katanya pispot-pispot itu ia dapatkan dengan susah payah  di sebuah supermarket dalam rangka berburu perabot warungnya  agar menarik pengunjung. Oalah, mbah….Tak tahukah dikau bahwa benda itu tidak seharusnya berada di meja warungmu.
Aku terpaksa berlari kembali ke kamar mandi saking tak kuatnya aku menahan mual. Kutumpahkan semua isi perut dan langsung berlari mengambil  motor untuk pilang. Masa bodoh dengan mereka semua yang terheran-heran memandang tingkahku. Aku berjanji sampai mati tak menceritakan rahasia ini pada siapapun. Biarlah rahasia ini aku pendam dalam-dalam. Kasihan mbah Rumi jika pelanggannya sampai tahu kalau benda berbentuk menyerupai mangkuk besar dari keramik itu adalah pispot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar